Tanggungjawab didefinisikan sebagai keadaan dimana seseorang wajib menanggug segala sesuatu, artinya jika terjadi sesuatu boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan. Terdapat dua jenis tanggungjawab, pertama pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan kedua pertaggungjawaban mutlak (absolut responsibility) yang merupakan suatu perbuata yang menimbulkan akibat yang danggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan berhubungan dengan sebab akibat.Tanggungjawab absolut dalam masyarakat primitif tidak mewajibkan individu untuk melakukan tindakan yang dapat menghindarkan mereka dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain, dan sanksi yang diterapkan batasan khususnya terhadap kasus yang pelakunya tidak memenuhi unsur kehati-hatian.

Hukum pidana adalah bagian dari hukum yang berlaku di suatu negara yang mengatur dan mementukan :

1.      Perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, aturan in disertai ancaman atau sanksi bagi pelanggarnya.

2.      Kapan dan dalam hal apa seseorang yang melanggar larangan dapat dijatuhi pidana sebagaimana yang telahdiancamkan.

3.      Bagaimana cara melakasanakan pidana pada seseorang yang melanggar.

Beberapa unsur yang harus ada dalam perbuatan pidana, sebagai berikut :

1.      Perbuatan meliputi kelakuan dan akibat

2.      Kedaan atau hal yang menyertai perbuatan

3.      Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

4.      Unsur melawan hukum yang obejektif

5.      Unsur melawan hukum yang subjektif.

Dalam perbuatan pidana terdapat tiga kelakuan, yaitu delictum commissionis, delictum ommissionis, Delicta commissionis per omnissionem commiss. Delictum commissionis atau kelakuan aktif (positif) , terjadi apabila perbuatan seseorang sesuai dengan delik yang mensyaratkannya. Delictum ommissionis atau kelakuan pasif (negatif), terjadi apabila seseorang tidak melakukan apa yang diperintahkan UU. Delicta commissionis per omnissionem commiss, yang berarti perbuatan pidana dapat terjadi dengan perbuatan negatif.

Menurut Moeljatno terdapat tiga aktivitas yang tergolong kelakuan yang tidak didukung oleh kehendak dan terwujud bukan karena bekerjanya kehendak, antara lain:

1.      Sikap jasmani yang sama sekali pasif dan tidak dikehendaki, tetapi orang tersebut berada dalam daya paksa, overmatch, compulsion.

2.      Gerakan refleks

3.      Skap jasmani yang terwujud karena keadaan tidak sadar, misalnya mengigau, dalam pengaruh hipnotis, dan mabuk.

Dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya seseorang harus memiliki keampuan sebagai berikut:

1.      Faktor akal, diaman seseorang mampu membedakan perbuatan baik atau buruk; melanggar hukum atau tidak; diperbolehkan atau tidak.

2.      Faktor perasaan dan kehendak, dimana seseorang mampu menentukan kehendak menurut keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan, diperbolehkan atau tidak. Orang yang tidak mampu menentukan kehendaknya menurut keinsyafan artinya dia tidak memilii kesalahan, orang yang demikian tidak dapat dimintai pertanggung jawaban. Sesuai dengan pasal 44 KUHP dimana keadaan tersebut harus disebabkan oleh bainnya cacat atau sakit dalam tubuhnya.

Pada dasarnya pemberian hukuman pada perbuatan pidana memiliki tujuan konkret :

1.      Memeberi efek takut kepada orang-orang agar tidak melakukan perbuatan yang tidak baik.

2.      Untuk mendidik orang yang pernah melakukan perbuatan tidak baik agar dapat diterima kembali dalam masyarakat.

Pelaku dapa dikenai pidana jika telah melakukan tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang terkadung dalam undang-undang. Pelaku akan dimintai pertanggungjawaban apabila perbuatannya terbukti melanggar hukum, tetapi hanya orang yang mampu bertanggungjawab saja yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Tanggungjawab merupakan bagian dari bentuk pertimbangan mental dan intelektual seseorang. Karena hal tersebut merupakan sebua refleksi tingkah laku manusia yang secara tidak langsung berhubungan dengan kontrol jiwa.

Dalam kamus hukum terdapat dua istilah yang merujuk pada pertanggungjawaban. Pertama liability merupakan istilah hukum yang luas merujuk hampir semua karakter resiko, pasti, bergantung atau yang meliputi segala hak dan kewajiban yang potensial, seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya agtau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Kedua, responsibility artinya hak yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, kecakapan, juga kewajiban bertanggungjawab atas undang-undang yang dilaksanakanan. Dalam hal ini liability lebi merujuk pada pertanggungjawaban hukum atau tanggung gugat akibat kesalah yang dilakukan subyek hukum, sedangkan responsibilitylebih merujuk pada pertanggungjawaban politik.

Prinsip-prinsip dalam tanggungjawab dalam hukum, sebagai berikut:

1.      Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan

Fault liability atau  liability based on fault, menyatakan bahwa seseorang dapat diminai pertanggungjawaban hukum bila terdapat unsur kesalahan dalam perbuatannya.

2.      Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab

Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggungjawab atau presumption of liability principle, hal ini berlaku hingga tergugat mampu membuktikan dirinya tidak bersalah.

3.      Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab

Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat tidak selalu bertanggungjawab, hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas seperti hukum pengangkutan.

4.      Prinsip tanggungjawab mutlak

Prinsip ini juga bisa disebut sebagai absolut liability, yaitu merupakan prinsip tanggungjawab tanpa kesalahan dan tanpa pengecualian. Dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggungjawab, kecuali ada kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yangdirugikan.

5.      Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan

Limitation of liability principle biasa digunakan oleh pelakun usaha untuk dicantumkan sebagai klausa eksonerasi dalam perjanjian standart yang dibuatnya.

Menurut Moeljatno, seseornag tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) jika ia tidak melakukan perbuatan pidana. Meski melakukan perbuatan pidana pun tidak seseorang tidak sesalu dapat dipidana.

Unsur kesalahan dalam pertanggungjawaban pidana, sebagai berikut :

1.      Melakukan tindakan pidana

Tolak ukur seseorang diakatakan telah melakukan tindak pidana adalah dengan melihat apakah perbuatan, tindakan, kegiatan, atau aktivitas orang tersebut telah duatur dalam aturan perundang-undangan. Apabila ada aturan yang mengatur maka orang tersebut dapat dikatakan melakukan tindak pidana. Jika belum yang spesifik, maka perbuatan, tindakan, kegiatan, atau aktivitas seseorang tidak termasuk dalam tindak pidana. Hal ini disebut sebagai asas legalitas.

2.       Usia tertentu yang dapat bertanggungjawab

Seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab apabila telah mencapai usia tertentu. Misalnya dalam pasal 9 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, usia dewasa adalah 21 tahun; pasal 47 ayat (1) Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan , usia dewasa adalah 18 tahun; pasal 1 ayat (1) Undang-Undang no. 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, usia dewasa adalah 18 tahun; Pasal 45 KUHP, usia dewasa adalah 16 tahun; Pasal 4 Undang-undang no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, usia dewasa adalah 21 tahun. Ketentuan usia ini berlaku apabila

3.      Dengan kesengajaan (dolus) atau kelapaan (culpa)

a.       Kesengajaan (dolus/opzet)

Opzet (belanda) dalam bahasa inggris disebut intention yang dapat diartikan sengaja atau kesengajaan. Dalam KUHP tidak semua pasal menyatakan dengan tegas frasa “segaja”, tetapi kegatan atau aktivitas dengan unsur kesengajaan dapat dilihat dari bunyi kalimat : dengan maksud; dengan mengetahui; berkehendak; dengan rencana; dengan tujuan; dengan paksa; dengan kekerasan; mengahsut; memalsu surat atau membaut surat palsu.

Penegertian menghendaki sendiri dapat ditujukan kepada perbuatannya yang dilarang, akibatnya yang dilarang, keadaan yang merupakan unsur tindak pidana. Kesengajaan yang hanya ditujukan pada perbuatannya disebut kesengajaan formal, sedangklan kesengajaan yang ditujukan pada akibatnya disebut kesengajaan material.

Teori berkaitan dengan penegertian “sengaja” anatara lain :

(1)   Teori Kehendak (Wills Theorie

Teori ini didukung oleh Von Hipel dan Simon. Berdasarkan teori ini, seseorang dikatakan kesengajaan ketika ia berkehendak melakukan tindak pidana tersebut. Dia pun siap menanggung segala akibat  dari tindak pidana yang dilakukannya.

(2)   Teori Pengetahuan atau Membayangkan (Voorstelling Theorie)

Teori ini didukung oleh Frank. Menurut teori ini, seseorang dikatakan melakukan kesengajaan bila dia mengetahui apa yang ia lakukan dan ia mengetahui akibat dari tindakannya tersebut. Pelaku tidak berkehendak melakuka tindak pidana, namun ia tetap melakukan tindak pidana tersebut sehingga terjadi akibat yang dilarang oleh ketentuan undang-undang.

b.      Kealpaan (Culpa)

Kealpaan adalah ketika pelaku tidak bermaksud melanggar ketentuan undang-undang, tetapi ia juga tidak menghindakan larangan itu. Pelaku dianggap alpa atau teledor dalam melakukan perbuatan tersebut. Dalam kealpaan  terdakwa tidak mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan berbuatan objektif kausal yang menimbulkan keadaan yang dilarang. Culpa dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis yaitu suatu macam kesalahan sebagai akibat kurang berhati-hati sehingga tidak sengaja sesuatu terjadi.

Vos menyatan bahwa terdapat dua unsur culpa yaitu:

(1)   Kemungkinan pendugaan terhadap akibat

(2)   Tidak berhati-hati mengenai apa yang diperbuat atau tidak diperbuat

Kealpaan dan kesengajaan memiliki beberapa persamaan, anatara lain:

(1)   Adanya tindak pidana

(2)   Diatas umur tertentu dan adanya kemampuan bertanggungjawab

(3)   Tidak adanya alasan pemaaf

(4)   Sama-sama diancam dengan pidana.

Van Hamel menyatakan terdapat dua syarat yang menunjukkkan bahwa dalam batin terdakwa kurang diperhatikan benda-benda yang dilindungi hukum, yaitu:

(1)   Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. Syarat ini mengenal dua kemungkinan :

a.       Terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya. Dalam hal ini kekeliruan terletak pada salah pikir atau pandangan yang seharusnya disingkiri

b.      Terdakwa sama seklai tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang timbul akibat dari perbuatannya. Dalam hal ini kesalahan terletak pada sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat tersebut akan muncul, sehingga membahayakan.

(2)   Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. Hal ini yang menurut Van Hamel merupakan tindakan tidak mengadakan penelitian, kebijaksanaan, kemahiran atau usaha pencegahan dalam bertindak. Sehingga objek peninjau dan penilaiannya bukan pada batin terdakwa, melainkan pada tingkah laku. Standar nya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan negara baik yang tertulis maupun tidak. Syarat ini penting guna menentukan kealpaan yang harus dibuktikan oleh jaksa. Syarat kedua ini mengkuiti syarat prtama, apabila syarat pertama ada, maka secara otomatis syarat kedua juga ada. Karena barang siapa yang melakukan tanpa mengadakan suatu kehati-hatian, maka dia juga tidak menduga akan terjadinya akibat dari perbuatannya.

Apabila dilihat dari sudut kesadaran pelaku, maka terdapat dua macam kealpaan, sebagai berikut:

(1)   Kealpaan yang disadari (bewuste schuld)

Dimana pelaku dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya akibat yang menyertai perbuatannya. Meski ia telah berusaha melakukan pencegahan timbulnya akibat.

(2)   Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld)

Apabila pelaku tidak membayangkan dan memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yeng menyertai perbuatannya yang seharusnya ia bayangkan atau perkirakan

Apabila dilihat dari berat ringnnnya kealpaan, dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut :

(1)   Kealpaan Berat (culpa lata)

Dalam bahasa Belanda disebut dengan merlijke schuld atau grove schuld. Ahli menyatakan bahwa kealpaan ini merupakan “kejahatan kealpaan” yang terdapat dalam pasal 188, 359, 360 KUHP.

(2)   Kealpaan Ringan

Dalam bahasa Belanda disebut sebagai lichte schuld , para ahli menyatakn bahwa kealpaan ini terlihat dalam hal pelanggaran buku III KUHP.

4.      Tidak ada alasan pemaaf

Dalam hukum pidana Indonesia, undang-undang jsutru merumuskan keadaan-keadaan yang menyebabkan pelaku tidak dipertanggungjawabkan. Perumusan negatif berhubungan erat dengan fungus represif hukum pidana dan ddi pertanggungjawabkannya seseorang dalam hukum pidana. Sehingga konsep pertanggungjawaban pidana merupakan syarat-syarat yang digunakan untuk menjatuhi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan pidana.



Referensi:

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. Ke-3, Balai Pustaka, Jakarta, 2002

Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Konstitusi Press, Jakarta, 2006

 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russell & Russel, New York, 1961

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002

 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta, 1984

Nynda Fatmawati Octariana, Pidana Pemberitaan Media Sosial, Setara Press, Malang, 2018

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta, 1984

Mansyur Efendi, Dimensi/ Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994

 E Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-norma bagi Penegak Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995

 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Edisi Revisi), Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006

E. Suherman, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah Lain dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan Karangan), Cet.II, Alumni, Bandung, 1979

Didiek Endro Purwoleksono, Hukum Pidana, Airlangga University Press, Surabaya, 2014

Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004

Andi Zaenal Abidin, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 1983.

Choerul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta, 2006

ditulis oleh

NF

orang yang sedang belajar menulis bebas dengan modal senang berbagi. Berharap semoga blog ini bisa jadi sarana cerita,berita dan berbagi ilmu baik tentang hukum, komunikasi, parenting, motherhood dan semua yang penting untuk dibagi :)