pic taken from freepik.com

Sebagai orang yang hanya mengikuti pengungsi Rohingya di media, saya kira kasus Rohingya sudah ‘selesai’sejak tahun 2017, karena pak Wiranto (Menkopolhukam saat itu) sudah menyatakan akan memulangkan pengungsi sesaat setelah terjadi pelemparan bom molotov ke kedubes Myanmar. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170905162356-106-239606/wiranto-usir-dubes-myanmar-ri-tak-bisa-bantu-rohingya

Tiba-tiba di media sosial muncul lagi berita tentang kapal-kapal yang membawa pengungsi setiap hari di Aceh hingga tanggal 10 Des 2023 menurut data UNHCR mencapai 1.453 orang! https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231213141254-20-1036757/update-jumlah-total-pengungsi-rohingya-dan-sebaran-penampungan-di-aceh Dan pasti lebih banyak saat ini karena setiap hari kedatangan gelombang pengungsi terus terjadi..

Pada awal kedatangan ratusan pengungsi Rohingya datang atau terdampar dengan menggunakan perahu kayu masuk ke Aceh pada 2009. Angkatan Laut kita menolong dan membawa mereka ke daratan. Sebagai serambi Mekah masyarakat Aceh beramai-ramai menunjukkan betapa orang Indonesia sangat menjujung tinggi kemanusiaan. Apalagi mereka umat muslim dan Aceh juga mayoritas berpenduduk muslim. Dalam ajaran agama Islam diatur juga tentang aturan memuliakan tamu. Rasul SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang berakhlak baik dalam memuliakan tamu, akan mendapat derajat kemuliaan orang yang banyak berpuasa dan mendirikan salat sunnah.” (Hadits Shahih). Namun terdapat keterbatasan dalam menerima tamu yang menginap. Raghib As-Sirjani dalam buku Ihya 345 Sunnah Nabawiyah menyebutkan pula cara memuliakan tamu, “Memuliakan tamu mencakup menerima tamu dengan baik, menghadirkan rona wajah yang berseri-seri, menyuguhkan makanan dan minuman, duduk di tempat yang baik dan mempersilahkan tamu bermalam jika hal itu dibutuhkan hingga tiga hari.” Bermalam selama tiga hari di kediaman orang lain merupakan salah satu hak tamu, tetapi kembali lagi, apakah merepotkan dan menyusahkan tuan rumahnya atau tidak. Demikian bila hendak bermalam lebih dari tiga hari, maka kembali pula ke kedermawanan pemilik rumah. https://www.detik.com/hikmah/doa-dan-hadits/d-6730290/anjuran-memuliakan-tamu-ini-hadits-dan-keutamaannya.

Saat menulis ini saya sedang mendengarkan penjelasan dari Staf UNHCR, Hendrik C Therik berpendapat tentang Pengungsi Rohingya dalam sebuah seminar. Beliau mengatakan pengungsi ini adalah orang yang terusir dari negaranya, sehigga memulangkan mereka ke Myanmar adalah hal yang tidak mungkin. Selain itu tidak semua dari mereka memiliki kartu penduduk di Myanmar. Di Bangladesh juga tidak akan membuat mereka hidup lebih baik menurut narsum berikutnya Azharul Husna, Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh karena di Bangladesh kekerasan cukup tinggi.

Indonesia bukan negara peratifikasi Konvensi 1951 tentang Pengungsi, namun terdapat beberapa prinsip yang sudah menjadi ius cogens (asas dalam hukum internasional yang diakui sebagai aturan yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apapun) tentang pengungsi yang salah satunya mengatur bahwa bahwa tak seorang pengungsipun dapat dikembalikan ke wilayah di mana hidup atau kebebasannya terancam (prinsip non refoulement). Selain itu, semua pengungsi tidak boleh ditolak untuk masuk ke negara di mana ia mencari perlindungan dari penganiayaan.

Alasan Indonesia tidak meratifikasi karena menilai ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Pengungsi tahun 1951 masih berat untuk dilaksanakan, terutama ketentuan yang terdapat pada Pasal 17 mengenai Hak untuk bekerja bagi para pengungsi dan Pasal 21 mengenai Hak untuk mempunyai rumah bagi para pengungsi. Selain itu dalam penanganan pengungsi di Indonesia sudah ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang mengatur mengenai orang asing. Selain itu Konvensi tersebut merupakan produk lama yang dulu dibuat hanya untuk menangani masalah residu dari Perang Dunia ke II, selain itu aturan-aturan yang ada di dalam Konvensi Pengungsi 1951 tersebut dianggap sudah tidak cukup atau sudah tidak memadai lagi. https://matabandung.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1827426534/aceh-diserbu-imigran-rohingya-simak-kriteria-dan-definisi-pengungsi-di-sini?page=all.

Namun pengungsian ini bukan lagi tentang konvensi namun juga tentang hukum kebiasaan. Tidak meratifikasi konvensi Pengungsi tidak dapat menjadi alasan, karena sebagai anggota PBB kita juga meratifikasi konvensi-konvensi lainnya yang berhubungan tentang pengungsi, seperti HAM dan perlindungan terhadap anak hingga aturan tentang hukum laut internasional sebgaimana yang disampaikan Bilal Dewansyah, dosen dan peneliti Hukum Internasional dari Unpad dalam seminar tentang Pengungsi Rohingya.

Bila diperhatikan lebih jeli, dari semua pembahasan tentang pengungsi Rohingya ini kita akan dapat menyimpulkan bahwa terdapat tiga sudut pandang yaitu perspektif hukum, perspektif Islam dan perspektif HAM. Bila menggunakan perspektif HAM maka pengungsi memiliki hak untuk hidup merdeka. Namun (IMHO) walaupun kewajiban untuk menerima pengungsi juga terdapat pada banyak konvensi lainnya (selain konvensi tentang Pengungsi) dan kebiasaan internasional, namun kewajiban yang spesifik bagi pengungsi seperti menyediakan fasilitas-fasilitas yang disebutkan dalam konvensi Pengungsi tidak wajib untuk dipenuhi karena kita bukan negara peratifikasi.

Menolong atas nama kemanusiaan adalah kewajiban yang mendasar, karena setiap manusia berhak untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan dalam situasi paling sulit sekalipun. Namun, pada saat yang sama, menjaga keamanan dan ketertiban wilayah juga merupakan hal yang penting. Terkadang, adanya kehadiran orang asing tanpa izin dapat menimbulkan tantangan bagi masyarakat setempat.

Terkait dengan pengungsi Rohingya yang buang hajat di tambak warga atau merusak tempat penampungan, adalah hal yang bisa dimengerti jika warga lokal merasa terganggu. Kondisi ini mungkin membuat mereka merasa cemas terhadap keamanan dan integritas lingkungan tempat tinggal mereka. Sebagai warga negara, kita punya hak untuk memiliki lingkungan yang aman dan nyaman untuk hidup.

Namun, dalam menanggapi keberadaan pengungsi, negara juga harus memastikan bahwa prinsip Non Refoulement tetap dihormati. Prinsip ini melarang pengembalian paksa pengungsi ke negara asalnya jika hal itu akan mengancam kehidupan atau kebebasan mereka. Meskipun ada pengecualian dalam penerapan prinsip ini, seperti yang diatur oleh pasal 32 ayat (1) Konvensi 1951, bahwa pengungsi yang mengganggu ketertiban umum dan mengancam keamanan negara dapat mendapat pengecualian dalam penerapan prinsip non-refoulement.

Penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan penolakan terhadap pengungsi Rohingya dilakukan sesuai dengan aturan dan prosedur yang ditetapkan. Keputusan untuk menolak pengungsi harus didasarkan pada fakta yang kuat dan dipertimbangkan dengan hati-hati. Kita tidak boleh mengambil tindakan semena-mena, tetapi juga tidak boleh mengabaikan ketertiban umum dan keamanan nasional.Tugas negara adalah menemukan keseimbangan antara melindungi hak asasi manusia pengungsi dan menjaga ketertiban dan keamanan nasional. Hal ini melibatkan koordinasi antara berbagai lembaga dan pihak yang terlibat, serta pemenuhan kewajiban negara berdasarkan konvensi dan peraturan yang berlaku.

Empati kita memang harus dimunculkan terutama saat ditemukan indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang disini. Pengungsi Rohingya digunakan pihak yang tidak bertanggug jawab untuk mencari keuntungan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Selain itu, (berita baiknya) ternyata tujuan sebagian besar pengungsi adalah Malaysia. Artinya mereka hanya akan disini sementara, hanya transit, kita bukan negara tujuan. Tapi kalaupun tidak ke Malaysia mereka juga harus keluar (bila tidak bisa dikembalikan) satu saat nanti, karena atas nama HAM kita hanya harus melindungi semampu kita. Walaupun konon anggaran bagi pengungsi Rohingya masih ditanggung UNHCR namun pemberian tempat tinggal dan pekerjaan merupakan hal yang memberatkan untuk kita. Karena itu Indonesia berat untuk meratifikasi konvensi Pengungsi.

Pada akhirnya mari kembali ke penjelasan tentang adab tamu dan menerima tamu: walaupun pengungsi Rohingya adalah orang yang harus dibantu namun faktanya mereka tetaplah tamu. Kita wajib memberikan yang terbaik sampai batas tertentu dan kemudian langkah selanjutnya diserahkan kepada keikhlasan yang menerima tamu.

*pic taken from Freepik.com

ditulis oleh

NF

orang yang sedang belajar menulis bebas dengan modal senang berbagi. Berharap semoga blog ini bisa jadi sarana cerita,berita dan berbagi ilmu baik tentang hukum, komunikasi, parenting, motherhood dan semua yang penting untuk dibagi :)