
Mohon maaf lahir batin.
Kalimat sederhana yang sarat makna. Kalimat standart yang membuat penyesalan seolah nggak pernah terlambat.
“Kami sekeluarga mohon maaf lahir batin atas semua kesalahan…” itu kalimat yang diucapkan secara general tapi buat beberapa orang ini sakral. Lainnya merasa B aja karena tau kalimat ini diobral.
Masalahnya, kan bisa jadi kita punya salah sama orang, kita pernah merugikan seseorang.
Bukannya minta maaf yang juga menunjukkan penyesalan, ini malah minta maaf dengan kesan seolah nggak pernah melakukan kesalahan.
“Maaf ya seandainya saya ada salah..”.
Duh, pake seandainya lagi 😐 Udah jelas punya salah mbok ya langsung to de point menyatakan penyesalan yang membuat pihak ‘korban’ merasakan ketulusan. konon apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati..
Pertanyaan penting yang harus dibahas sebenarnya tentang esensi maaf itu sendiri.
Ini tentang yang penting sudah minta maafkah?
Atau harus apa supaya maafnya diterima?
Kalau kita berpikir seperti yang pertama maka ini hanya tentang minta maaf. Pokoknya sudah minta maaf, kelar.. broadcast aja semua nomer setiap tahun sekali maka berjuta salah akan hilang dalam sehari.
Kalau yang kedua, kita yang harus usaha, bagaimanapun caranya supaya orang yang sudah kita sakiti dan kita mantakan maaf, ikhlas memberi maaf. Fokus kita pada kata dimaafkan.
Dalam beberapa ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan tentang maaf juga selalu diingatkan bahwa seorang muslim yang baik adalah yang memaafkan saudaranya.
“(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134).
“Dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan, sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang. Maka, maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (QS AL Hijr:85)
“Jadilah pemaaf, perintahkanlah kepada apa yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang belum mengerti.” (QS. Al-A’raf ayat 199)
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S Al Maidah:13)
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S Al Jatsiyah:14)
“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf”. (Q.S Asy-Syura;37)
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”.(Q.S Asy-Syura:40)
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan”. (Q.S Asy-Syura:43)
Ahli tafsir terkemuka di Indonesia, M. Quraish Shihab (2011) menjelaskan bahwa tidak ditemukan perintah untuk meminta maaf. Namun, dalam al-Hadits ditemukan perintah untuk berusaha dihalalkan dosa-dosa kita kepada saudara kita, yang berarti kita diminta untuk meminta maaf atau dimaafkan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan sebuah hadist Nabi saw.
Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah Saw, “Barangsiapa pernah melakukan kedzaliman terhadap saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak berguna lagi (hari kiamat). (Kelak) jika dia memiliki amal shaleh, akan diambil darinya seukuran kedzalimannya. Dan jika dia tidak mempunyai kebaikan (lagi), akan diambil dari keburukan saudara (yang dizalimi) kemudian dibenankan kepadanya. (HR Al-Bukhari).
Artinya bahwa dalam ajaran agama pun, Allah SWT memberi keistimewaan kepada siapapun yang bersedia memaafkan orang yang telah dzolim kepada saudaranya. Besar ganjarannya bagi yang bersedia memaafkan. Namun memaafkan adalah satu dari beberapa hal yang juga memiliki keutamaan. Dan selama kita beum dapat ikhlas memaafkan maka kejahatan yang telah dilakukan akan berbalik pada pelakunya. Atau kebaikan (amal saleh) dan keburukan (dosa) diantara duanya akan saling bertukar. Orang yang didzalimi akan memiliki hak atas kebaikan yang dilakukan oleh orang yang mendzalimi. Dan sebaliknya, orang yang mendzalimi akan dibebankan keburukan saudara yang telah didzaliminya.
Di sisi lain, meminta maaf pada saat Idul Fitri juga tidak ada anjurannya, tidak ada dalilnya. Beberapa tokoh mencoba menghubungkan kebiasaan meminta maaf pada saat lebaran didasari dengan kebiasaan kita untuk saling bertemu dan bersalaman saat lebaran.
Dalam sebuah hadist, disebutkan “Tidaklah dua pribadi muslim yang bertemu, lantas saling bersalaman, kecuali dosa keduanya diampuni oleh Allah SWT sebelum mereka berpisah.” (HR. at-Tirmidzi)
Bersalaman, dalam arti silahturahmi. Karena ini juga merupakan tradisi.
jadi bukan cuma ‘hit and run’ lewat broadcast wa 😎
Arti kalimat Minal aidzin wal faizin bukanlah mohon maaf lahir batin.
Sebenarnya ucapan ini juga kurang lengkap atau kependekan dari Ja’alanallahu Minal Aidin wal Faizin.Artinya “semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang kembali fitrah dan orang yang mendapat kemenangan,” Kalimat yang sama baiknya dengan “mohon dimaafkan lahir dan batin”.
Di sisi lain kita punya teladan rasul dan para sahabat saat bertemu di hari raya.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan dalam Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari bahwa ada riwayat tentang para sahabat Nabi yang saling berjumpa di hari raya. Mereka saling mendoakan satu sama lain dengan taqabbalallahu minna wa minkum, artinya, semoga Allah menerima amal kami dan amal kalian.
Hal ini sesuai dengan hadits dari Jubair bin Nafir, “Apabila sehabat-sahabat Rasulullah bertemu pada hari raya, mereka saling mengucapkan Taqaballahu Minna wa Minkum”.
Semua kalimat memang seindah itu, terutama bila disampaikan dengan ketulusan dan penyesalan (agar tidak terulang kembali suatu saat nanti). Tidak ada yang tidak tepat untuk diucapkan, hanya tentang pilihan.
Dan ini membuktikan bahwa Allah SWT memang menghendaki kita saling silahturahmi, saling memaafkan, mendoakan serta berlomba dalam kebaikan.
Selamat berkumpul bersama keluarga di hari yang fitri, taqabalallahu minna wa minkum.. 💓🙏
Referensi:
www.republika.co.id : ini-ucapan-idul-fitri-yang-disunnahkan-sesuai-anjuran-nabi
www.idntimes.com: 5-ayat-al-quran-yang-punya-makna-memaafkan
fpscs.uii.ac.id/blog/2019/07/26/menghapus-dosa-dengan-memaafkan-dan-meminta-maaf/
kumparan.com : ayat-alquran-tentang-keutamaan-memaafkan-orang-lain
[…] Banyak cerita kecil menjadi kisah ‘sejarah’ baik tentang kesuksesan maupun tentang ‘jatuhnya’ seseorang kerena kata. Kata-kata ibarat pedang, kalau digunakan dengan benar dia bisa membantu menyelesaikan masalah tapi jangan lupa bahwa sebuah pedang juga bisa digunakan untuk membuat kerusakan dan menciptakan musuh. Dengan kata, kita bisa berbohong, membual, menyombongkan diri hingga memaki atau menyakiti (orang lain). Menyakiti hati dengan kata secara sengaja adalah level kekonyolan yang terendah. Kenapa? Karena hanya untuk memuaskan ego kita harus siap dengan sejuta resiko. Di berita ada banyak kejadian pelaku pembunuhan mengaku alasannya (membunuh) karena tersinggung dengan ucapan korbannya. Itu yang terlihat, bagaimana yang tidak, atau justru menggunakan ‘jalur ultimate’: mengadu pada Rabb-nya. Kalau sudah begitu, maka broadcast mohon maaf lahir batin yang kita kirim pada saat lebaran nggak akan ada pengaruhnya sebelum dia memaafkan, seperti yang sudah dibahas di https://nyndafatmawati.com/mohon-maaf-lahir-batin/ […]