1 Oktober 2022, hari yang akan selalu dikenang oleh Aremania, insan persepakbolaan Indonesia bahkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Meninggalnya 131 supporter di stadion Kanjuruhan menjadi mimpi buruk sampai kapanpun. Jumlah korban ini berada di peringkat kedua dalam sejarah korban dalam persepak bolaan dunia (https://www.kompas.tv/article/334089/kini-indonesia-salah-satu-peringkat-teratas-korban-tewas-tragedi-sepak-bola-dunia-ini-daftarnya).

Dari berbagai keterangan didapatkan cerita tentang kronologis hari itu, salah satunya tentang kepanikan supporter di tribun setelah ditembakkan gas air mata. Bagi orang yang sangat awam, rasa perih di mata dan kulit serta sesak napas akibat gas air mata pasti akan membuat siapapun panik.

Saat ini telah ditetapkan dua tersangka yang memberi perintah untuk dilepaskan gas air mata (https://news.detik.com/berita/d-6336585/2-polisi-tersangka-pemberi-perintah-tembak-gas-air-mata-tragedi-kanjuruhan). Dalam hal ini, apresiasi harus kita berikan kepada tim Polri, di bawah komando pak Listyo Sigit Prabowo yang tetap profesional setelah sekian banyak kasus yang memperburuk citra institusinya. Begitulah, tidak mudah menjadi pemimpin apalagi bila anak buahnya lupa untuk menjaga marwah institusinya.

Sejauh ini saya temukan dua aturan yang mengatur dan menyebut secara spesifik tentang penggunaan gas air mata, yaitu Peraturan Kapolri no 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian dan Perkap No.Pol.16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Perkap Dalmas).

Dalam ketentuan umum PerKapolri no 1 tahun 2009 dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain yang dilakukan secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku untuk mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan yang mengancam keselamatan, atau membahayakan jiwa raga, harta benda atau kehormatan kesusilaan, guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat. 7.Tindakan agresif adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang untuk menyerang anggota Polri, masyarakat, harta benda atau kehormatan kesusilaan.

aturan penggunaan gas air mata disebutkan dalam Pasal 5
(1) Tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian terdiri dari:
tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan;
tahap 2 : perintah lisan;
tahap 3 : kendali tangan kosong lunak;
tahap 4 : kendali tangan kosong keras;
tahap 5: kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri;
tahap 6: kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.

(2) Anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Pasal 7

(2) Setiap tingkatan bahaya ancaman terhadap anggota Polri atau masyarakat dihadapi dengan tahapan penggunaan kekuatan sebagai berikut:
a. tindakan pasif dihadapi dengan kendali tangan kosong lunak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c;
b. tindakan aktif dihadapi dengan kendali tangan kosong keras sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d;
c. tindakan agresif dihadapi dengan kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata atau semprotan cabe, atau alat lain sesuai standar Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e;
d. tindakan agresif yang bersifat segera yang dilakukan oleh pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian atau membahayakan kehormatan kesusilaan anggota Polri atau masyarakat atau menimbulkan bahaya terhadap keselamatan umum, seperti: membakar stasiun pompa bensin, meledakkan gardu listrik, meledakkan gudang senjata/amunisi, atau menghancurkan objek vital, dapat dihadapi dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f.

Pasal 8
(1) Penggunaan kekuatan dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dilakukan ketika:
a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
b. anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
(2) Penggunaan kekuatan dengan senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.
(3) Untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penggunaan kendali senjata api dengan atau tanpa harus diawali peringatan atau perintah lisan.

(selengkapnya di https://peraturan.go.id/common/dokumen/bn/2009/bn6-2009.pdf)

Selanjutnya kita akan bahas versi PerKapolri No.Pol16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Perkap Dalmas).

Pasal 1 angka 1 Perkap Dalmas menyatakan bahwa “Pengendalian Massa yang selanjutnya disebut Dalmas adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan Polri dalam rangka menghadapi massa pengunjuk rasa.”

Apa yang dimaksud dengan lapangan? Pasal 1 angka 10 Perkap Dalmas menyatakan bahwa “Lapangan/Lahan Terbuka adalah tempat tertentu yang digunakan sebagai sarana oleh massa dalam melakukan unjuk rasa.”

Aturan penggunaan gas air mata di lapangan terdapat dalam Pasal 23 ayat (1) huruf h angka 3 menyatakan: “Cara bertindak pada Dalmas untuk situasi kuning adalah:
f.apabila eskalasi meningkat dan/atau massa melempari petugas dengan benda keras, Dalmas lanjut melakukan sikap berlindung, selanjutnya Kapolres/KapoIresta/KapolresMetro/Kapoltabes/Kapolwil/Kapolwiltabes memerintahkan Danki Dalmas Lanjut untuk melakukan tindakan hukum sebagaiberikut:

1……..

2……..

3. melakukan pelemparan dan penembakan gas air mata.”

Apa itu situasi kuning?
Pasal 1 angka 3 Perkap Dalmas menyatakan “Dalmas Lanjut adalah satuan Dalmas yang dilengkapi dengan alat-alat perlengkapan khusus kepolisian,digerakkan dalam menghadapi kondisi massa sudah tidak tertib/situasi kuning.”

Pasal 1 angka 1 Perkap Dalmas menyatakan bahwa “Pengendalian Massa yang selanjutnya disebut Dalmas adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan Polri dalam rangka menghadapi massa pengunjuk rasa.”

Apa yang dimaksud dengan lapangan? Pasal 1 angka 10 Perkap Dalmas menyatakan bahwa “Lapangan/Lahan Terbuka adalah tempat tertentu yang digunakan sebagai sarana oleh massa dalam melakukan unjuk rasa.”

Aturan penggunaan gas air mata di lapangan terdapat dalam Pasal 23 ayat (1) huruf h angka 3 Perkap Dalmas: “Cara bertindak pada Dalmas untuk situasi kuning adalah:

f.apabila eskalasi meningkat dan/atau massa melempari petugas dengan benda keras, Dalmas lanjut melakukan sikap berlindung, selanjutnya Kapolres/KapoIresta/KapolresMetro/Kapoltabes/Kapolwil/Kapolwiltabes memerintahkan Danki Dalmas Lanjut untuk melakukan tindakan hukum sebagaiberikut:

  1. melakukan pelemparan dan penembakan gas air mata.”

Apa itu situasi kuning?
Pasal 1 angka 3 Perkap Dalmas menyatakan “Dalmas Lanjut adalah satuan Dalmas yang dilengkapi dengan alat-alat perlengkapan khusus kepolisian,digerakkan dalam menghadapi kondisi massa sudah tidak tertib/situasi kuning.”

(selengkapnya https://kalsel.polri.go.id/perkap/2006/PERKAP%20NO%2016%20TH%202006%20TTG%20PENGENDALIAN%20MASSA.pdf)

Perkapolri tentang Dalmas ini tidak dapat digunakan untuk menjadi landasan hukum atas kejadian Kanjuruhan karena menurut ketentuan umum angka 1 bahwa Pengendalian Massa yang selanjutnya disebut Dalmas adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan Polri dalam rangka menghadapi massa
pengunjuk rasa.

Perkapolri ini hanya untuk mengamankan massa pengunjuk rasa.

Berdasarkan Peraturan Kapolri no 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian diatas, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum menggunakan gas air mata:

  1. Saat kejadian, apakah terdapat tindakan agresif yaitu tindakan seseorang atau sekelompok orang untukmenyerang anggota Polri, masyarakat, harta benda atau kehormatan kesusilaan.
  2. Apakah tindakan ini sudah sesuai dengan prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang meliputi: a. legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuaidengan hukum yang berlaku; b. nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi ; c. proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan; d. kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota Polri diberi kewenangan untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum; e. preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan; f. masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat.
  3. Penggunaan gas air mata merupakan tahap kelima dari enam tahap yang disusun berdasarkan resikonya yang terdiri dari: tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan; tahap 2 : perintah lisan; tahap 3 : kendali tangan kosong lunak; tahap 4 : kendali tangan kosong keras; tahap 5: kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata. Artinya harus diuji terlebih dahulu apakah tahap 1-4 sudah terpenuhi sebelum menembakkan gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri;

Pemerintah baru saja mengesahkan UU 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan dan mencabut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4535) yang juga mengatur tentang hak suporter pada pasal 55: Suporter Olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki hak:

mendapatkan perlindungan hukum, baik di dalam maupun di luar pertandingan Olahraga;

mendapatkan pembinaan dari organisasi atau badan hukum Suporter Olahraga yang menaunginya;

mendapatkan kesempatan prioritas memiliki klub melalui kepemilikan saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

memberikan dukungan langsung atau tidak langsung, baik di dalam maupun di luar pertandingan Olahraga.

Dengan kata lain, mendukung klub yang dijoga tidak harus hadir on the spot. Menonton pertandingan di luar stadion tidak akan menghilangkan rasa kebanggaan kita terhadap klub favorit.

Namun bila harus menonton di stadion maka berlaku hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 54, yaitu hak penonton meliputi:

mengekspresikan dukungan, semangat, dan motivasi di dalam kejuaraan Olahraga;

memperoleh fasilitas yang sesuai dengan nilai tiket masuk; dan

mendapatkan jaminan keselamatan dan keamanan.

Penyelenggara dan aparat harus dapat memberikan jaminan keselamatan dan keamanan penonton yang hadir dalam pertandingan, karena tidak ada sepakbola seharga nyawa manusia.

Semoga diberi kelancaran bagi jajaran pak Listyo untuk mengungkap siapa saja yang bersalah dari kasus Kanjuruhan ini.

Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran akan mengalahkannya.

-Prof. Dr. J.E Sahetapy.

ditulis oleh

NF

orang yang sedang belajar menulis bebas dengan modal senang berbagi. Berharap semoga blog ini bisa jadi sarana cerita,berita dan berbagi ilmu baik tentang hukum, komunikasi, parenting, motherhood dan semua yang penting untuk dibagi :)