Semalam dalam sebuah perkuliahan online kami membahas tentang UU ITE, dan pembahasan khusus kami adalah tentang ‘pasal kesusilaan’, penghinaan dan pencemaran nama baik hingga hoax. Sampailah kita membahas tentang kasus Baiq Nuril yang sempat heboh beberapa waktu lalu (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48878086). Baiq Nuril merekam kalimat yang (konon) tidak senonoh yang disampaikan kepala sekolah kepada dirinya secara langsung.

Kami juga membahas tentang kasus penghinaan atau pencemaran nama baik. Penghinaan dan pencemaran nama baik merupakan delik aduan absolut artinya hanya orang yang telah dihina dan dicemarkan nama baiknya yang bisa melaporkan pelaku. Artinya, tidak semua penghinaan dan pencemaran nama baik dipidanakan, tergantung ‘korbannya’ mau melaporkan atau tidak. Ada satu benang merah dari beberapa kasus tersebut: bahwa semua berhubungan dengan kata.

Setiap ucapan merupakan ekspresi dari pikiran, ide dan perasaan seseorang. Namun kalimat yang diucapkan akan berpindah menjadi milik lawan bicara kita. Terserah lawan bicara mau melakukan apa terhadap ucapan kita. Mau diteruskan ke orang lain, ditelan mentah-mentah, dilaporkan atau hanya disimpan sendiri. Karena itu, sangat susah meminta seseorang memegang komitmen untuk tidak menyampaikan (apa yang kita ceritakan padanya) kepada orang lain. Mungkin ini alasannya kenapa kita dilarang bergunjing ya 🙂

Banyak cerita kecil menjadi kisah ‘sejarah’ baik tentang kesuksesan maupun tentang ‘jatuhnya’ seseorang kerena kata. Kata-kata ibarat pedang, kalau digunakan dengan benar dia bisa membantu menyelesaikan masalah tapi jangan lupa bahwa sebuah pedang juga bisa digunakan untuk membuat kerusakan dan menciptakan musuh. Dengan kata, kita bisa berbohong, membual, menyombongkan diri hingga memaki atau menyakiti (orang lain). Menyakiti hati dengan kata secara sengaja adalah level kekonyolan yang terendah. Kenapa? Karena hanya untuk memuaskan ego kita harus siap dengan sejuta resiko. Di berita ada banyak kejadian pelaku pembunuhan mengaku alasannya (membunuh) karena tersinggung dengan ucapan korbannya. Itu reaksi yang ‘terlihat’, bagaimana yang tidak atau justru menggunakan ‘jalur ultimate’: mengadu pada Rabb-nya. Kalau sudah begitu, seribu broadcast ucapan mohon maaf lahir batin yang kita kirim pada saat lebaran nggak akan ada pengaruhnya sebelum dia memaafkan, seperti yang sudah saya bahas di https://nyndafatmawati.com/mohon-maaf-lahir-batin/

Padahal, dengan kata kita juga bisa menghibur, menyemangati, mengeluarkan ide hingga memberikan solusi. Banyak orang tidak jadi bunuh diri karena merasa termotivasi oleh orang yang dicurhati, banyak orang yg akhirnya sukses karena di lisannya banyak keluar ide-ide brilian, banyak juga orang yang bahagia hidupnya karena lisannya sering dia gunakan untuk berdoa dan mendoakan. Pilihan di tangan kita mau menggunakan ‘pedang kata’ kita untuk apa dan ini akan menjadi salah satu pembeda kualitas manusia yaitu bagaimana dia memanfaatkan ‘pedang kata’ yang dimilikinya.

Fakta uniknya, kata-kata tidak jarang menjadi ‘karma’. Seringkali terjadi, orang yang menghina perbuatan orang lain pada akhirnya melakukan perbuatan yang sama. Atau, orang yang ‘mengutuk’ satu kejahatan pada akhirnya dia justru melakukannya. Pada momen itu, kata-kata menjadi bumerang bagi orang yang menyampaikannya. (Di beberapa game online, boomerang is a kind of sword as well..)

Semoga tidak ada lagi yang terjebak dengan euforia sesaat karena merasa memiliki kebebasan berbicara dan merasa kalau ada orang lain yang bersedia mendengarkan. Kita jadi seperti anak kecil kalau dikasih pistol-pistolan, dia akan mainkan pistol itu tanpa perhatikan aturan, pokoknya main dan keluar bunyi, pokoknya seru dan merasa keren, titik. Kadang kalau kelewat iseng mereka juga sering menembakkan pistolnya ke orang lain. Konsekuensi urusan mburi (konsekuensinya urusan belakangan).

Sebagai orang yang sudah dewasa kita tentu tidak bisa menghindari akibat dari perbuatan dan perkataan kita. Karena dalam hukum selama kita tidak dalam pengampuan maka kita dianggap mampu mempertanggung jawabkan apa yang kita lakukan dan katakan. Kalau bukan hukum negara yang meminta pertanggung jawaban kita ya minimal hukum tabur-tuai lah..

Yang harus selalu diingat, setiap kalimat yang kita ucap bukan lagi menjadi milik kita. Kalimat yang diucapkan menjadi milik orang yang mendengarkan, kita hanya bisa menunggu efek dari keluarnya kalimat tersebut. Tapi walaupun kata-kata itu sudah bukan milik kita, pada akhirnya mereka tetap akan mencari ‘tuannya’ lagi, untuk menguji konsistensi.

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam (sama sekali).” [HR Bukhari] Sumber: https://www.nu.or.id/quote-islami/berkatalah-yang-baik-atau-diam-saja-9SRDR

ditulis oleh

NF

orang yang sedang belajar menulis bebas dengan modal senang berbagi. Berharap semoga blog ini bisa jadi sarana cerita,berita dan berbagi ilmu baik tentang hukum, komunikasi, parenting, motherhood dan semua yang penting untuk dibagi :)