
Liburan yang nggak bisa full liburan. Sepertinya cocok menggambarkan kondisi kami.
Saat liburan sekolah kali ini, si kakak dan adek ikut kompetisi, satunya pertandingan basket satunya robotik. Satunya di Jember, satunya di Jogja, waktunya berurutan pula, cakeupp..
Pertandingan yang di Jember merupakan pengalaman pertama untuk kakak, karena selama ini hanya tanding antar sekolah. Baru kali ini ikut kejuaraan profesional basket kriteria usia kakak. Sedihnya, saya nggak bisa ikut mengantar karena adek harus latihan sebelum ke Jogja. Saya hanya bisa memantau lewat wa orangtua yang berangkat dan nonton siaran langsungnya. Sepanjang yang saya lihat kakak nervous waktu main, setidaknya nggak seberani waktu latihan atau tanding antar sekolah. Mungkin karena baru pertama, jadi takut mengacaukan permainan timnya. Tim kakak akhirnya kalah.
Kakak wa saya bilang: kita kalah, maaf ya ma..
saya balas: gpp, mama bangga, kalian sudah melakukan yang teeerbaik yang kalian bisa..
Kakak balas : makasih ma :’)
Baca wa begini aja saya langsung over thinking: “kenapa kakak takut mengecewakan ya? apa saya terlalu menuntut prestasi selama ini?” …. 🙁
Lanjut ke adik, berangkatlah kami ke Jogja..
Sambil nulis ini posisi kami masih di Jogja. Dalam kompetisi ini, adek hanya bisa masuk sampai 16 besar. Karena ini kompetisi umum maka dia dan teman sekolahnya bergabung dalam satu tim dengan tambahan satu orang yang lebih senior di tempat latihannya untuk jaga-jaga kalau yang kecil pada grogi. Ternyata kakak senior yang main di 16 besar justru gagal mengantarkan mereka untuk lanjut ke 8 besar. Memang rencananya adek baru akan turun lagi pada saat final nanti.
Adek main pertama, saat perebutan 32 besar dan ternyata lawannya anak kuliah. Surprisingly, ternyata adek tenaaang sekali menjalankan robotnya. Banyak yang tepuk tangan ketika dia menyelesaikan misinya lebih dahulu dari lawannya. Iyyalah, dia sudah selesai disaat lawan besarnya baru setengah jalan 😀 Bangga saya, karena saya tahu dia nervous, tangannya dingin, berkeringat, tapi dia mencoba untuk tetap maju dan tenang. Saya dengar orang kanan kiri saya di barisan penonton memuji adek, mereka bilang permainan adek mulus sekali, adek tenang. Alhamdullillah..bangga saya 🙂
Begitu timnya kalah, adek saya ajak jalan-jalan ke tugu Jogja. Kebetulan saya juga ajak keponakan dan budenya, jadi kami beramai-ramai ke tugu Jogja setelah jadi supporter. Di tengah perjalanan saya lihat adek, ternyata dia sedang menangis sepanjang kami jalan.. air matanya bercucuran tanpa bisa dia tahan.
Akhirnya kami berhenti. Saya peluk dia, hanya peluk, tanpa kata.
Begitu saya lihat adek mulai tenang, saya sampaikan bahwa ini juga yang dirasakan tim lawan tanding adek pada saat adek menang di 32 besar. Mereka kecewa, mereka sedih tapi hanya sementara karena mereka harus bersiap lagi dan nanti kita akan ketemu lagi sama mereka di kompetisi yang berbeda.
Saya sampaikan bahwa menang-kalah hal biasa, yang luar biasa adalah pelajarannya. Kita tahu harus bagaimana untuk menang, apa kelebihan lawan yang membuatnya menang, sesaat setelah kita kalah. Dan pelajaran saat kita kalah pasti lebih cepat drpd saat kita menang. Karena setiap pemenang pasti akan menikmati kemenangannya dulu sebelum belajar untuk fight di kompetisi berikutnya.
Adek mengangguk, tapi air matanya tetap keluar..
Saya tahu dia paham maksud saya, hanya kecewa saja yang tersisa.
Saya ajak adek masuk kafe, saya sampaikan ke waitress minuman yang dipesan adek harus dikeluarkan dulu. Minuman datang, adek minum, alhamdullillah dinginnya es bisa lebih menenangkannya karena 10 menit setelah minum di kembali ceria..
Saya jadi ingat, dulu saya waktu kecil saya mudah kecewa dan berlarut-larut kecewanya kalau gagal, baik di kompetisi atau di ujian. Setelah itu selalu malas untuk mencoba lagi, saya tipe yang gampang putus asa kecuali memang harus ikut lagi, seperti tes TOEFL sebagai syarat kelulusan wkwkkwk
Nah, begitu punya anak, saya mau mereka jauh lebih baik dari saya, apalagi mereka laki-laki semua.
Mereka tidak boleh terpaku dengan sukses dan gagal. Itu hanya kata yang diciptakan untuk meng-apresiasi perjuangan. Jadi sebenarnya tidak ada kata gagal, yang ada hanya menang-belajar lagi.
Harapan saya, mereka menikmati proses dan progress yang mereka lakukan. Menang kalah bukan hal yang penting, selama kita tetap berlatih dan berjuang maka suatu saat mereka akan jadi ahli di bidang yang mereka geluti dan sesungguhnya itulah kemenangan yang sejati. 🙂