https://www.azquotes.com/quotes/topics/perfect-crime.html

Dalam KBBI kejahatan memiliki arti 1 Huk perbuatan yang jahat: 2 sifat yang jahat; 3 dosa:  4 perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis;. Intinya kejahatan adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan aturan dan nilai yang hidup di masyarakat sehinjgga undang-undang kita mengatur sanksi yang berat bagi pelakunya. Mengapa sanksinya lebih berat daripada sanksi untuk pelanggaran?

Salah satunya karena pada dasarnya kejahatan rentan dengan melanggar hak orang lain. Efek kejahatan seringkali membahayakan orang lain, baik individu atau masyarakat karena itu dikatakan bahwa kejahatan merupakan perbuatan yang melangar norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Nilai dan norma merupakan kesepakatan (yang pada awalnya) tidak tertulis dan berlaku dalam kehidupan bermasyarakat (sebagaimana hak asasi manusia yang dideklarasikan sebelum akhirnya diatur dalam sebuah kesepakatan internasional).

Bagaimana seseorang bisa melakukan kejahatan? Terdapat beberapa teori dalam psikologi yang dapat menjelaskan tentang ini. Tapi saya pilih mengutip teori dari Sigmund Freud dalam perspektif Psikoanalisa yang memiliki pandangan sendiri tentang apa yang menjadikan seorang kriminal. Ketidakseimbangan hubungan antara Id, Ego dan Superego membuat manusia lemah dan akibatnya lebih mungkin melakukan perilaku menyimpang atau kejahatan.

Menurut Sigmun Freud, manusia memiliki struktur psikologis yang terdiri dari tiga elemen, yaitu Id, Ego, dan Superego. Ketiga hal tersebut saling terpisah namun tetap saling berinteraksi.

Id dapat digambarkan sebagai kebutuhan dasar alamiah (contoh: makan, minum, dan seks). Id bekerja dengan menganut prinsip kesenangan. Id mencari kepuasan secara instan terhadap keinginan dan kebutuhan manusia.

Ego berurusan dengan kenyataan/ realita, berusaha memenuhi keinginan id dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Misalnya, dengan menunda kepuasan dan membantu menghilangkan ketegangan yang dirasakan id jika keinginan tidak segera dipenuhi. Ego membuat manusia bersedia menunggu pemenuhan kebutuhannya demi tidak melanggar hak orang lain.

Superego merupakan aspek moral dari suatu kepribadian yang didapat dari pengasuhan orang tua atau norma-norma dan nilai-nilai di dalam masyarakat dan didasarkan pada moral dan penilaian tentang benar dan salah. Superego terletak dalam diri manusia, berdasarkan apa yang sudah ditanamkan dalam dirinya.

Suatu perbuatan baru dinyatakan sebagai kejahatan apabila masyarakat ‘sepakat’ demikian. Tidak semua perbuatan diatur dalam peraturan. Perkembangan jaman membuat aturan saling berkejaran dengan perbuatan dan kerugian. Pada titik ini Common sense tidak dapat dianggap sepele. Masyarakat juga memiliki kekuatan untuk menentukan satu perbuatan termasuk baik atau jahat. Namun untuk memberi sanksi atas perbuatan (jahat) tersebut negara yang memiliki wewenang melalui aturan hukumnya. Artinya, walaupun ada perbuatan, ada korban atau kerugian namun untuk bisa menghukum pelaku, negara yang harus membuat aturannnya terlebih dahulu. Ini yang dikenal dengan asas legalitas dalam hukum. Dalam bahasa latin, dikenal adagium Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana atau hukuman pidana tanpa peraturan yang telah mengaturnya terlebih dahulu.

Satu perbuatan baru menjadi kejahatan apabila masyarakat ‘sepakat’ untuk menetapkan demikian. Tidak semua kejahatan sudah diatur dalam peraturan. Perkembangan jaman membuat aturan saling ‘berkejaran’ dengan perbuatan dan kerugian karena itu common sense tidak dapat dianggap sepele. Masyarakat memiliki kekuatannya sendiri untuk menentukan satu perbuatan merupakan kejahatan atau tidak. Namun untuk memberi sanksi atas kejahatan tersebut negaralah yang memiliki wewenang melalui aturan hukumnya. Artinya, walaupun ada perbuatan, ada korban atau kerugian namun untuk bisa menghukum pelaku negara yang harus membuat aturannnya terlebih dahulu. Ini yang dikenal dengan asas legalitas dalam hukum. Dalam bahasa latin, dikenal adagium Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana atau hukuman pidana tanpa peraturan yang telah mengaturnya terlebih dahulu.

Kita mengenal empat pilar dalam penegakan hukum yaitu hakim, jaksa, polisi dan advokat. Di tangan 4 pilar inilah hukum bisa ditegakkan. Sebagaimana sebuah meja yang ditopang 4 kaki, ‘tidak berfungsinya’ satu kaki akan mempengaruhi keseimbangan dan kekuatan meja tersebut. Di tangan 4 pihak tersebut keadilan dapat terjaga karena akar dari hukum adalah keadilan. Hukum dan keadilan dalam masyarakat seperti dua sisi pedang, mereka berdampingan dan akan sangat berfungsi kalau kedua sisinya sama-sama tajam. Sebaliknya, kalau ada sisi tidak tajam maka bisa jadi celah untuk melindungi kejahatan (dan pelaku kejahatan). Pertanyaan selanjutnya, apakah ada kejahatan yang bisa lepas dari hukuman?

Konon tidak ada kejahatan yang sempurna. Dalam ilmu forensik  dikenal prinsip Locard yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan akan membawa sesuatu ke TKP dan meninggalkan sesuatu darinya, dan keduanya dapat digunakan sebagai bukti forensik . Dr Edmond Locard (1877-1966) adalah pelopor dalam ilmu forensik yang dikenal sebagai Sherlock Holmes dari Lyon, Prancis.  Dia merumuskan prinsip dasar ilmu forensik sebagai: “Setiap kontak meninggalkan jejak”. Secara umum dipahami sebagai “dengan kontak antara dua item, akan ada pertukaran.” Tapi faktanya mengapa ada kasus-kasus yang tidak bisa selesai?

Kemungkinan besar yang pertama adalah karena pelakunya tahu bagaimana harus menghapus jejak kejahatannya. Apabila setiap kontak meninggalkan jejak maka yang bisa menghapus jejak adalah orang yang tidak banyak melakukan kontak atau orang yang tahu bagaimana cara supaya tidak banyak meninggalkan jejak.

Kemungkinan lainnya : bila sebuah kejahatan tidak diperlakukan sebagai kejahatan. Seperti yang telah dibahas diatas, kita memiliki empat pilar penegak hukum. Masing-masing memiliki wewenang dan porsinya sendiri. Perbuatan akan dianggap sebagai kejahatan dan diberi sanksi ‘hanya’ bila penegak hukum menegakkan aturan. Seperti dokter dan pasien. Pasien hanya merasakan sakit tapi tidak bisa memastikan sakitnya sampai hasil diagnosa dokter keluar. Dalam hukum tidak ada sanksi yang diberikan apabila satu perbuatan tidak dianggap sebagai kejahatan dan diputuskan demikian.

Bila penegak hukum ‘meloloskan’ satu perbuatan (jahat) dari kejahatan maka apapun bukti dan jejak yang tertinggal tidak akan ada pengaruhnya. Bukankah itu membuat kejahatan menjadi ‘sempurna’? :’)`

Mungkin masih ada kemungkinan-kemungkinan lainnya tapi kita bersyukur Indonesia merupakan negara demokrasi, bukan monarki yang memberi kekuasaan mutlak di tangan seorang raja. Di negara kita kekuasaan ada di tangan rakyat dan rakyat memberikan wewenang untuk menjalankan pemerintahan kepada orang-orang yang telah dipilih untuk menjalankan tugasnya secara proporsional. Proporsional artinya sesuai proporsinya, tidak kurang tidak lebih. Mereka yang terpilih harus menjalankan tugas sesuai fungsi dengan sebaik-baiknya karena pada akhirnya mereka harus mempertanggung jawabkan semua yang telah dikerjakannya kepada bangsa, keluarga dan terlebih kepada Tuhannya.

Referensi:

wikipedia

kbbi.we.id

https://news.detik.com/berita/d-3127317/prof-ronny-beberkan-bagaimana-cara-hakim-membuat-kejahatan-sempurna
https://psikologi.unair.ac.id/id_ID/artikel-mengapa-orang-melakukan-kejahatan/

ditulis oleh

NF

orang yang sedang belajar menulis bebas dengan modal senang berbagi. Berharap semoga blog ini bisa jadi sarana cerita,berita dan berbagi ilmu baik tentang hukum, komunikasi, parenting, motherhood dan semua yang penting untuk dibagi :)