Kata orang UU 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengandung banyak multi intepretasi karena ada beberapa pasal yang tidak memiliki batasan yang tegas sehingga seakan bebas untuk diterjemahkan bagaimanapun.

Selama ini yang terjadi pasal 27 ayat (3) digunakan untuk menakut-nakuti dan menjadi pasal ‘baperisasi’. Baper-lapor polisi, baper-lapor polisi..

Sebenarnya bagaimana aturan pencemaran nama baik dalam UU ITE?

Pasal 27 (3) UU ITE berbunyi begini: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Penjelasannya pasalnya berbunyi: Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUHP.

Nah, dalam KUHP Penghinaan dan pencemaran nama baik terbagi dalam beberapa bentuk, diatur dalam Pasal 310 s.d 321, diantaranya:

•Penistaan (pasal 310 ayat 1 KUHP) “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

•Penistaan dengan sarana (pasal 310 ayat 2 KUHP) “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

•Fitnah (pasal 311 KUHP) “Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” dan Pasal 318 (1) “Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

•Penghinaan ringan (pasal 315 KUHP) “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakuknn terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan stau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”. (khusus penghinaan ringan menurut Penjelasan Undang-Undang no 19/2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 dan Putusan Mahkamah Konstitusi, tidak termasuk acuan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE)

•Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (pasal 317 KUHP) “Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”

•Perbuatan fitnah (pasal 318 KUHP) “Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Pada tanggal 23 juni 2021 telah ditanda tangani Surat Keputusan Bersama (SKB)Menteri Komunikasi dan Informatika RI., Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang pedoman implementasi atas pasal tertentu dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang infomasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi elektronik. Sebagaimana namanya, SKB ini memberikan guidelines untuk penegakan beberapa pasal dalam UU ITE untuk meminimalisir intepretasi yang tidak tepat atas uu ini. Salah satunya pasal 27 ayat (3), pencemaran nama baik.

Dalam SKB ini terdapat beberapa aturan yang harus diperhatikan dalam rangka penegakkan pasal ini: 1.Bahwa pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik meruju dan tidak bisa dilepaskan dari ketentuan pasal 310 dan 311 KUHP; 2. Bahwa pasal 310 adalah delik yang menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum dan pasal 311 berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku; 3. Bahwa dengan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor  50/ PUU- VI/ 2008 Tahun 2008 tersebut maka dapat  disimpulkan, bukan sebuah delik  pidana yang  melanggar  Pasal  27 ayat (3) jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan,dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/ atau kata- kata tidak pantas. Untuk perbuatan  yang  demikian dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud Pasal 315 KUHP yang menurut Penjelasan pasal dan Putusan Mahkamah Konstitusi, tidak termasuk acuan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE; 4. Bahwa bukan merupakan delik yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran  nama baik dalam Pasal 27 ayat  (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan,dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan; 5. Bahwa dalam hal fakta yang dituduhkan                      merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum Aparat Penegak Hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE; 6. Bahwa delik pidana Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 ayat (5) UU ITE maka harus korban  sendiri yang mengadukan kepada Aparat Penegak Hukum, kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian; 7. Bahwa korban sebagai pelapor harus orang harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan; 8.Bahwa pemidanaan Pasal ini bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja (dolus)  dengan maksud mendistribusikan /mentransmisikan/ membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum (Pasal 310 KUHP) dengan identitas spesifik, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan; 9.Bahwa unsur “supaya diketahui umum” (dalam konteks transmisi, distribusi, dan/atau membuat dapat diakses) sebagaimana harus dipenuhi dalam unsur pokok (klacht delict) Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang menjadi rujukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang harus terpenuhi; 11. Bahwa kriteria “supaya diketahui umum”dapat  dipersamakan dengan “agar diketahui publik”. Umum atau publik sendiri dimaknai sebagai kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal; 12. Bahwa kriteria ‘diketahui umum” bisa berupa unggahan pada akun sosial media dengan pengaturan bisa diakses publik, unggahan konten atau mensyiarkan sesuatu pada aplikasi grup percakapan dengan sifat grup terbuka dimana siapapun bisa bergabung dalam grup percakapan, serta lalu lintas isi atau informasi tidak ada yang mengendalikan, siapapun bisa upload dan berbagi (share) keluar, atau dengan kata lain tanpa adanya moderasi tertentu (open group); 13. Bahwa bukan merupakan delik penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik dalam ha1 konter. disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi; 14. Bahwa untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi Pers, yang merupakan  kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, diberlakukan mekanisme sesuai  dengan   Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai lex specialis, bukan Pada pasal ini. Untuk kasus terkait Pers perlu melibatkan Dewan Pers. Tetapi jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di  media  sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE  termasuk Pasal 27 ayat (3).

Btw yang paling bawah ini ada di buku saya tahun 2018 lho.. (numpang promosi)

Kalau dibaca sekilas sepertinya Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Implementasi UU ITE ini dapat meredakan intepretasi yang tidak seragam dari pasal ini. Tapi benarkah SKB sudah menyelesaikan masalah? Nanti akan kita bahas di tulisan selanjutnya ya…

ditulis oleh

NF

orang yang sedang belajar menulis bebas dengan modal senang berbagi. Berharap semoga blog ini bisa jadi sarana cerita,berita dan berbagi ilmu baik tentang hukum, komunikasi, parenting, motherhood dan semua yang penting untuk dibagi :)